TAWUR AGUNG KESANGA, PENGRUPUKAN DAN PAWAI OGOH-OGOH NYEPI TAHUN CAKA 1946

  • Mar 10, 2024
  • Admin Desa Tegalbadeng Barat

Tb. Barat - Minggu, 10 Maret 2024. Ratusan umat Hindu di wilayah Tegalbadeng Barat, mengikuti upacara Mecaru atau Tawur Kesanga di komplek Catus Pata Pura Puseh lan Desa. Upacara ini digelar satu hari menjelang Hari Raya Nyepi Caka 1946. Upacara Tawur Agung Kesanga merupakan salah satu rangkaian dari keseluruhan rangkaian acara hari raya Nyepi. 

Jro Bendesa Adat Tegalbadeng Kauh, I Putu Suarma mengatakan, sembahyang Tawur Agung  tersebut mempunyai makna untuk menjaga keharmonisan antara bhuana agung (alam semesta) dengan bhuana alit (umat manusia). Dalam upacara ini dibuatkan caru (persembahan). Pecaruan sendiri merupakan penyucian Bhuta Kala dengan segala kotorannya yang ada.  Mecaru ini dilaksanakan sehari sebelum hari raya Nyepi, tepat pada bulan mati (tilem).

"Harapannya bhuta kala bisa sirna semuanya dan kembali menjadi suci" kata Pak Suarma.

Satu hari sebelum Hari Raya Nyepi, yaitu pada waktu sasih kesanga umat Hindu Bali melaksanakan upacara Butha Yadnya yang diadakan di perempatan jalan dan lingkungan rumah masing-masing, pada upacara ini dibuatkan Caru/persembahan menurut kemampuan dari yang melaksanakannya. Pecaruan sendiri merupakan penyucian/pemarisudha Bhuta Kala dan segala kotoran yang ada dan berharap semoga sirna semuanya dan menjadi suci kembali.

Upacara ini dilakukan di rumah masing masing, caru/persembahan berisikan atau terdiri dari : nasi manca warna (lima warna), lauk pauknya ayam brumbun (berwarna-warni) disertai tetabuhan arak/tuak. Permohonan ini ditujukan kepada Sang Bhuta Raja, Bhuta Kala dan Bhatara Kala agar supaya mereka tidak mengganggu umat manusia.

Upacara mecaru ini berfungsi untuk menanamkan nilai-nilai luhur dan spiritual kepada umat manusia agar selalu menjaga keharmonisan alam, lingkungan beserta isinya (wawasan semesta alam). Sementara makna upacara mecaru sendiri adalah kewajiban manusia merawat alam yang diumpamakan badan raga Tuhan dalam perwujudan alam semesta beserta isinya.

Mecaru diikuti oleh upacara pengerupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh. Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Buta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar. Khusus di Balipengrupukan dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Buta Kala yang diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir Buta Kala dari lingkungan sekitar.

Setelah melaksanakan sembahyang Tawur Kesanga, umat Hindu melakukan Catur Brata (empat pantangan) selama 24 jam. Empat  pantangan yang wajib dilaksanakan tersebut yakni amati geni (berpantang menyalakan api), amati karya (menghentikan aktivitas kerja), amati lelanguan (menghentikan kesenangan) dan amati lelungaan (berpantang berpergian).

Semua itu menjadi keharusan bagi umat Hindu agar memiliki kesiapan batin untuk menghadapi setiap tantangan kehidupan pada tahun yang baru.

Rangkaian terakhir dari perayaan Tahun Baru Saka adalah hari Ngembak Geni yang jatuh pada "pinanggal ping kalih" (tanggal 2) sasih kedasa (bulan X). Pada hari ini Tahun Baru Saka tersebut memasuki hari ke dua. Umat Hindu melakukan Dharma Shanti dengan keluarga besar dan tetangga, mengucap syukur dan saling maaf memaafkan (ksama) satu sama lain, untuk memulai lembaran tahun baru yang bersih. Inti Dharma Santi adalah filsafat Tattwamasi yang memandang bahwa semua manusia di seluruh penjuru bumi sebagai ciptaan Ida Sanghyang Widhi Wasa hendaknya saling menyayangi satu dengan yang lain, memaafkan segala kesalahan dan kekeliruan. Hidup di dalam kerukunan dan damai.

Selama kegiatan Pecauran, pengrupukan dan pawai ogoh-ogoh berjalan dengan aman, tertib dan lancar.